Gerakan Literasi Digital berbasis Higher Order Thinking Skills menuju Era Society 5.0

By
Share this...

Bekasisociety.com – Saat ini kita sedang menikmati otomatisasi di berbagai aspek kehidupan yang merupakan produk dari kemajuan teknologi era Revolusi Industri 4.0. Kehadirannya melukiskan wajah baru dalam fase kemajuan teknologi, namun dianggap terlalu mendegradasi peran manusia yang hampir sepenuhnya mulai tergantikan oleh teknologi informasi dan komunikasi di berbagai bidang kehidupan. Hal ini membuat Negara Jepang meliris sebuah konsep baru yang dikenal dengan sebutan Era Society 5.0 atau Super Smart Society yang lebih arif terhadap peran manusia, yaitu mengoptimalkan pengetahuan manusia dengan bantuan smart machine.

Di dalam laporan The Future of Jobs Report, World Economic Forum 2018 dijelaskan bahwa di era society 5.0 seseorang dituntut memiliki kompetensi seperti problem solving, social skills, process skills, system skills, dan cognitive abilities. Dunia Pendidikan dalam hal ini memegang peran penting dalam menciptakan generasi yang cakap dalam berpikir tingkat tinggi atau Higher Order Thinking Skills (HOTs) mencakup kemampuan menganalisis, berpikir kritis, dan berpikir kreatif. Hal tersebut dapat dicapai melalui implementasi Pendidikan yang berkualitas dan mengikuti perkembangan zaman.

Era Society 5.0 memberikan sinyal pentingnya Pendidikan berbasis Higher Order Thinking Skills (HOTs). Diperlukan kerjasama dari berbagai pemangku kepentingan dalam mendukung tercapainya iklim pembelajaran Higher Order Thinking Skills (HOTs) di sekolah. Guru sebagai garda terdepan benar-benar harus mampu berakselerasi dalam menguasai perkembangan teknologi dan memunculkan ide – ide inovatif dalam mengembangkan kemampuan Higher Order Thinking Skills (HOTs) siswa dalam menghadapi Era Society 5.0.

Higher Order Thinking Skills (HOTs) pertama kali dikenalkan oleh Bloom melalui taksonomi kemampuan berpikir, yang termasuk dalam kategori HOTs yaitu kemampuan untuk menganalisis (analyze), mengevaluasi (evaluate), dan mencipta (create). Oleh karena itu seluruh assessment yang dibuat oleh guru dalam pembelajaran harus mengarah pada pengembangan kemampuan analisis, evaluasi, dan berpikir kreatif siswa. Tidak hanya itu, iklim pembelajaran juga harus didesain sedemikian rupa mendukung terciptanya HOTs pada siswa. Penerapan model pembelajaran berbasis projek (project-based learning), pembelajaran berbasis masalah (problem solving), berbasis penemuan (discovery / inquiry), berbasis kolaboratif (collaborative learning) menjadi peluang guru untuk mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.

Kemampuan berpikir tingkat tinggi menuju era society 5.0 harus juga dibarengi dengan kemampuan menguasai teknologi secara akseleratif, sebab di era society 5.0 sumber daya manusia benar-benar disiapkan untuk mengoptimalkan penggunaan teknologi, informasi, dan komunikasi agar mampu memecahkan masalah dengan bantuan integrasi ruang fisik dan virtual. Dalam hal ini gerakan literasi sekolah berbasis digital menjadi sangat solutif dalam mendukung terwujudnya teknologi yang berpusat pada manusia (human a centered society).

Kemendikbud (2016) menjelaskan literasi sebagai kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas antaralain membaca, melihat, menyimak, menulis, dan berbicara. Sedangkan, literasi digital dimaknai sebagai kemampuan memahami, mengakses, dan mengolah informasi melalui media digital secara cerdas. Di dunia Pendidikan, gerakan Literasi merupakan merupakan suatu usaha atau kegiatan yang bersifat partisipatif dengan melibatkan warga sekolah(peserta didik, guru, kepala sekolah, tenaga kependidikan, pengawas sekolah, komite sekolah, orang tua/wali murid peserta didik), akademisi, penerbit, media massa, masyarakat, dan pemangku kepentingan.

Literasi digital berbasis Higher Order Thinking Skills (HOTs) memungkinkan siswa memecahkan masalah secara kritis dan kreatif dengan mengakses beragam informasi dan memanfaatkan beragam media digital secara optimal, sehingga pembelajaran terintegrasi secara fisik dan virtual. Implementasi program gerakan literasi digital mendukung program The Four C of 21st Century Skills yaitu: Critical thinker, Communicator, Collaborator, dan Creator. Literasi digital berbasis HOTs akan menciptakan siswa dengan pola pikir dan pandangan yang kritis dan kreatif.

Gerakan literasi digital berbasis HOTs dapat menjadi sarana membentuk generasi yang siap dalam menghadapi era society 5.0. Implementasinya di dalam dunia Pendidikan perlu mendapatkan dukungan dari semua pihak. Komponen fisik dan non fisik harus terkombinasi secara integratif mendukung literasi digital berbasis HOTs di sekolah. Komponen fisik yang paling utama yaitu ketersediaan smart buildings berbasis IT yang futuristic yang memungkinkan siswa mengakses internet dan berbagai macam teknologi digital serta ketersediaan laboratorium yang mendukung pemanfaatan Internet of Things (IoT), pemanfaatan Augmented Reality, dan Artifical Intellegence (AI). Sedangkan komponen non fisik yaitu strategi pembelajaran yang mendukung penggunaan teknologi tersebut secara optimal dibarengi dengan keberadaan sumber daya manusia pendukung seperti guru dan warga sekolah yang melek teknologi.

Sumber: Titin Sunaryati, S.Pd.I., M.PdKaprodi PGSD Universitas Pelita Bangsa

You may also like